PERAN PERAWAT DI RUANG ECT (Electro Convulsive Therapy)
Oleh : Ari Syahabuddi, S.Kep, Ners, Ns. Agus Budiono,S.Kep, Ns. Yuli Fitriana, S.Kep
A. Pengertian ECT
Electroconvulsive Therapy (ECT) adalah prosedur medis di mana arus listrik kecil dilewatkan ke otak untuk memicu kejang singkat yang terkontrol.
Tujuannya adalah memodulasi aktivitas kimia dan saraf di otak, sehingga membantu memperbaiki gejala gangguan jiwa tertentu.
ECT dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum dan relaksan otot sehingga pasien tidak merasakan nyeri atau kejang fisik yang ekstrem.
Bagi sebagian orang, mendengar kata Electroconvulsive Therapy (ECT) mungkin menimbulkan bayangan yang menegangkan. Padahal, di dunia medis modern, ECT adalah prosedur yang aman, terukur, dan sering menjadi jalan keluar bagi pasien dengan gangguan jiwa berat yang tidak membaik dengan obat.
B. Indikasi / Kapan ECT Digunakan
ECT biasanya dipertimbangkan ketika:
•Depresi berat (terutama dengan risiko bunuh diri tinggi) tidak membaik dengan obat atau terapi psikologis.
•Gangguan bipolar pada fase mania berat.
•Katatonia (kekakuan dan gangguan gerakan akibat gangguan jiwa).
•Skizofrenia dengan gejala parah dan tidak responsif terhadap pengobatan.
•Depresi dengan gejala psikotik (halusinasi/delusi).
C. Proses Pelaksanaan
Umumnya ECT dilakukan 2–3 kali seminggu selama 6–12 sesi, tergantung respons pasien.
Tahapan umum:
1.Persiapan pasien: pemeriksaan kesehatan, puasa, lepas perhiasan, persetujuan tindakan.
2.Pemberian anestesi umum: pasien tertidur total.
3.Pemberian relaksan otot: mencegah kejang fisik berlebihan.
4.Pemasangan elektroda di kepala (unilateral atau bilateral).
5.Pengaliran arus listrik singkat (beberapa detik) untuk memicu kejang otak.
6.Pemantauan: tanda vital, saturasi oksigen, dan aktivitas otak.
7.Pemulihan: pasien dibangunkan dan diawasi sampai sadar penuh.
D. Mekanisme Kerja
Mekanisme pastinya belum sepenuhnya dipahami, tetapi ECT diduga :
•Meningkatkan pelepasan neurotransmiter seperti serotonin, dopamin, dan norepinefrin.
•Memodulasi sirkuit saraf di otak yang terlibat dalam regulasi suasana hati.
•Meningkatkan neuroplastisitas (kemampuan otak membentuk koneksi baru).
E. Efek Samping
Umumnya bersifat sementara:
•Kebingungan sesaat setelah prosedur.
•Gangguan daya ingat jangka pendek (biasanya membaik dalam beberapa minggu).
•Sakit kepala, nyeri otot, atau mual.
•Tekanan darah dan detak jantung berubah sementara.
Efek samping serius jarang terjadi jika prosedur dilakukan sesuai standar.
F. Keamanan
ECT modern sangat berbeda dari praktik di masa lalu:
•Dilakukan oleh tim medis terlatih di rumah sakit.
•Menggunakan anestesi dan obat pelumpuh otot.
•Dipantau ketat dengan alat medis.
•Risiko kematian sangat rendah, sebanding dengan prosedur anestesi kecil.
G. Aspek Etik dan Hukum
•Persetujuan tindakan (informed consent) wajib diperoleh, kecuali pada kasus darurat yang mengancam nyawa.
•Pasien dan keluarga harus mendapat penjelasan lengkap tentang manfaat, risiko, dan alternatifnya.
•Dilakukan sesuai pedoman organisasi profesi (misalnya PDSKJI di Indonesia).
H. Mitos dan Fakta Singkat
-Mitos: ECT itu menyakitkan
Fakta : Pasien tertidur penuh, tidak merasakan nyeri
-Mitos : ECT merusak otak
Fakta : Tidak ada bukti merusak otak jika dilakukan sesuai prosedur
-Mitos : ECT hanya untuk “orang gila”
Fakta : ECT Juga digunakan untuk depresi berat, gangguan bipolar,
dan kondisi medis tertentu
-Mitos : ECT metode kuno
Fakta : ECT modern aman, terkontrol, dan berbasis bukti ilmiah
Di balik layar prosedur ini, ada sosok-sosok yang tidak kalah penting dari dokter, yaitu para perawat ruang ECT. Mereka bukan hanya membantu jalannya tindakan, tapi juga menjadi penguat semangat pasien dari awal hingga akhir.
1. Menyambut dan Menenangkan
Sebelum ECT dimulai, pasien sering kali datang dengan campuran rasa takut dan bingung. Di sinilah perawat berperan sebagai teman pertama yang menyapa dengan senyum, menjelaskan prosedur, dan meyakinkan bahwa mereka berada di tangan yang aman.
Perawat juga memastikan pasien siap secara fisik mulai dari pemeriksaan tanda vital, memastikan perut kosong, hingga membantu melepaskan barang-barang yang tidak boleh dibawa ke ruang tindakan.
2. Mendampingi di Saat Paling Menegangkan
Ketika prosedur dimulai, perawat tetap berada di dekat pasien. Mereka membantu memposisikan tubuh dengan benar, memasang alat monitor, dan memastikan semua berjalan lancar. Sebelum obat bius bekerja, mereka sering memberi kata-kata singkat yang menenangkan karena kadang, satu kalimat hangat bisa meredakan setumpuk kecemasan.
3. Menjaga Saat Pasien Terlelap
Walau pasien tidak sadar saat ECT berlangsung, perawat tetap sigap memantau setiap detik jalannya prosedur. Setelah selesai, mereka menyambut pasien yang mulai sadar, memastikan tidak ada cedera, dan membantu orientasi Kembali “Sekarang sudah selesai, Anda aman di sini.”
4. Mengawal Proses Pemulihan
Setelah ECT, beberapa pasien mungkin merasa pusing, mual, atau sedikit bingung. Perawatlah yang memantau kondisi ini, memberi obat bila perlu, dan memastikan pasien bisa pulang atau kembali ke ruang rawat dengan aman. Tak jarang, perawat juga menjadi orang yang pertama kali mendengar keluh kesah pasien setelah tindakan.
5. Menjadi Sumber Informasi dan Dukungan
Perawat ECT tidak hanya fokus pada prosedur. Mereka juga memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang jadwal terapi, efek samping yang mungkin muncul, dan hal-hal yang perlu diperhatikan di rumah.
Bagi keluarga, informasi ini sangat penting agar mereka bisa menjadi pendukung utama pemulihan pasien.
Peran perawat di ruang ECT adalah gabungan antara keahlian teknis dan empati yang tulus. Mereka bukan sekadar membantu prosedur medis, tapi juga menjaga martabat, rasa aman, dan harapan pasien.
Bisa dibilang, mereka adalah pahlawan yang bekerja sunyi di balik layar menjembatani teknologi medis dengan sentuhan kemanusiaan.
Leave a Reply