APAKAH ODGJ YANG PUNYA KARTU KUNING KEBAL HUKUM ?
Banyak kasus kejahatan/kriminal, dan perbuatan melawan hukum yang melibatkan mantan/pasien rumah sakit jiwa, atau penyandang gangguan jiwa /ODGJ.
Beberapa pelaku kejahatan ini bahkan merasa sangat percaya diri tak bisa dipidana karena memegang kartu sakti, atau kartu berwarna kuning yang dikeluarkan rumah sakit jiwa, atau sebagai penyandang masalah kejiwaan.
Perlu dipahami bahwa sebetulnya KARTU KUNING ITU TIDAK ADA, mitos perihal kartu kuning ini diduga bergulir karena pada masa lampau pernah ada kartu berobat di RSJ ( Rumah Sakit Jiwa ) yang berwarna kuning, dan pada waktu itu para pemegang kartu tersebut identik dengan penyandang gangguan jiwa atau pasien RSJ. Keterbatasan pemahaman dari masyarakat dan berbagai pihak menjadikannya serta merta bebas hukum, sehingga segala pelanggaran hukum dan kejahatan yang mereka ( penyandang gangguan jiwa ) lakukan bisa bebas hukum.
Masyarakat harus bisa memahami isi dari Pasal 44 Ayat (1) dan (2) KUHP secara benar, karena tak semua orang yang menyandang sakit jiwa /ODGJ / atau pasien RSJ tidak dapat dipidana atau hanya dimasukan ke rumah sakit jiwa saja jika melakukan kejahatan. Penerapan pasal ini memerlukan pemeriksaan dan pembuktian yang cermat oleh ahli. Keterangan dokter spesialis kedokteran jiwa (psikiater) sangat penting dalam menentukan apakah pelaku memenuhi kriteria dalam pasal ini.
Kondisi Jiwa yang Menjadi Pertimbangan :
Untuk menentukan apakah pelaku mengalami gangguan jiwa yang membuatnya tidak dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya ketika melakukan tindak kejahatan, hakim biasanya meminta bantuan psikiater untuk memberikan “visum et repertum psikiatrikum”. Saat memproses pelaku kriminal / kejahatan yang terindikasi gangguan jiwa, pihak kepolisian tentu tidak gegabah dan akan berkoordinasi dengan tempat di mana dia pernah dirawat, untuk melihat riwayat penyakit dari pelaku tindak pidana tersebut terlebih dahulu. Karenanya dalam melakukan proses penyidikan, pihak kepolisian akan meminta Psikiater ( Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa ), untuk memeriksa kondisi kejiwaan pelaku, atau menjadi saksi ahli dalam persidangan. Sehingga didapatkan data dan alasan yang valid secara medis apakah penyebab tindak kejahatan yang dia lakukan sebagai akibat gejala penyakit jiwa yang disandangnya, atau memang tindak kejahatan yang dia lakukan benar-benar dalam keadaan sadar, dan atas dasar alasan yang riil, nyata, logis, dan bisa dipertanggung jawabkan, sehingga dapat ditentukan apakah bisa dilanjutkan ke proses hukum atau harus dihentikan karena sebab penyakitnya.
Banyak kasus serupa dimana si pelaku kejahatan bisa dikenakan sanksi hukum atas kejahatan yang telah dilakukannya. Dan kepada semua lapisan masyarakat dihimbau untuk tidak begitu saja percaya jika menemukan pelaku kejahatan yang “mengaku” memiliki kartu kuning, atau mengaku seorang penyandang gangguan jiwa, atau pasien RSJ, sehingga memunculkan keengganan untuk melaporkan ke aparat, atau mengambil tindakan hukum kepadanya ketika melakukan tindak kejahatan di masyarakat.
Artikel edukasi ini ditulis sebagai bahan referensi kepada masyarakat sehingga bisa bersikap bijak dan proporsional ketika menemukan kasus hukum, dimana pelakunya terindikasi sebagai penyandang masalah kejiwaan.
(humiw)
Leave a Reply