ASPEK BUDAYA MENGHAMBAT DETEKSI DINI GANGGUAN JIWA DI MASYARAKAT
Psikiater dan pengurus Persatuan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI), dr. Lahargo Kembaren,Sp.KJ
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2018, sekitar 450.000 masyarakat Indonesia merupakan orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) Berat.
Tetapi kasus yang terdata saat ini, kata Lahargo, “hanya puncak gunung es” dari fakta yg ada.
Penelitian di Yogyakarta membuktikan bahwa anggapan terkait hal mistis/ghaib menyebabkan keterlambatan pertolongan medis bagi para penderita gangguan jiwa.
“Penyebabnya karena mencari pertolongan medis itu dianggap nomor belakang, dan dari awal menganggap ini sifatnya spiritual, gifted, akhirnya mereka datang ke pengobatan alternatif, rohaniawan, yang membuat penyakit ini terlambat ditangani. Padahal sesungguhnya adalah gangguan kejiwaan,” kata dia.
“Banyak penderita psikosis tidak bisa ditolong karena keluarga menganggap sebagai indigo, bukan sakit jiwa,” kata Ketua KPSI (Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia ) Bagus Utomo.
“Stigma penyakit jiwa masih sangat kuat, jika konsul ke psikiater takut distempel sakit jiwa, sehingga lebih merasa “aman” untuk memilih dukun, atau orang pintar, yang penting tidak dianggap sebagai penderita sakit jiwa “.
(Hum-Iw)
Leave a Reply